Silahkan pilih bahasa anda
Selamat datang ke website Komisi Penerima, Kebenaran dan Rekonsiliasi di Timor- Leste (CAVR). Penutupan CAVR pada December 2005, website ini dalam pemeliharaan oleh Teknik Sekretariat Post-CAVR

||||
- - - > Laporan Chega!
- - - > Produk CAVR lainnya
- - - > Resepsi
- - - > Pencarian Kebenaran
- - - > Rekonsiliasi
- - - > Donor
- - - > Updates
- - - > Analisis dari CAVR
- - - > Berita & Updates
- - - > Diseminasi
- - - > Arsip

Rekonsiliasi

Kami menghadiri dua pertemuan biti boot - satu di tingkat aldeia dan satu lagi tingkat suco. Pertemuan itu bagus, karena melalui rekonsiliasi kita bisa mengakui semua perbuatan kami - bertempur, membakar rumah - termasuk rumah kepala desa. Melalui proses ini kami bisa meminta maaf dan mereka mengampuni kami. Kami memperbaiki atap rumah - ini bukan hukuman tetapi suatu simbol rekonsiliasi. Setelah rekonsiliasi kami merasa baik, karena selama rekonsiliasi kita bersepakat bahwa tidak seorang pun bisa berkata bahwa kami ini pengungsi - kasusnya sudah selesai.

Deponen - Aileu

Saya merasa sangat senang dengan proses PRK karena sekarang kita bisa hidup damai. Sebelumnya saya tidak bisa berbicara dengan [deponen]. Saya ingin mereka mengakui apa yang mereka lakukan. Saya rasa saya sudah mengatakan apa yang ingin saya katakan. Sekarang saya merasa lebih bebas. Saya merasa dekat dengan deponen-deponen.

Korban - Aileu

Proses Rekonsiliasi Komunitas

Salah satu fungsi utama Komisi adalah untuk memajukan rekonsiliasi di Timor-Leste. Tujuan ini melatarbelakangi rancangan seluruh program Komisi dan bagaimana program-program tersebut diterapkan. Komisi mengambil pendekatan yang terpadu dan menyeluruh dalam memajukan rekonsiliasi di Timor-Leste, yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam kerjanya. Dalam mencapai tujuan rekonsiliasi, Komisi melakukan pendekatan dari berbagai sisi dengan serangkaian program yang dijalankan selama masa kerjanya. Telah disadari sejak dini bahwa agar benar-benar menjadi efektif, Komisi harus melibatkan individu, keluarga dan kelompok masyarakat dari semua pihak dalam konflik, dengan menjangkau sampai tingkatan kepemimpinan nasional tertinggi, dan melanjutkan hal ini pada tahun-tahun yang akan datang.

Inisiatif utama Komisi untuk memajukan rekonsiliasi di tingkat akar-rumput adalah program Proses Rekonsiliasi Komunitas (PRK). Program ini merupakan sebuah program yang baru dan belum pernah diuji sebelumnya untuk memajukan rekonsiliasi dalam masyarakat. Ini dicapai dengan mengintegrasikan orang-orang yang terkucil dari komunitasnya sendiri karena mereka pernah melakukan pelanggaran "kurang berat" yang terkait politik dalam konflik-konflik politik di Timor-Leste*. Program ini didasarkan pada keyakinan bahwa masyarakat Timor-Leste, dan orang-orang yang telah merugikan mereka dengan melakukan pelanggaran ringan, siap untuk melakukan rekonsiliasi bersama. Prosedur PRK berpijak pada keyakinan bahwa cara terbaik untuk mencapai rekonsiliasi komunitas ialah melalui mekanisme partisipatif di tingkat desa. Mekanisme ini menggabungkan praktek keadilan tradisional, arbitrasi, mediasi, dan aspek hukum pidana serta perdata.

Oleh karena itu, Komisi diberi mandat berdasarkan Regulasi 10/2001 19 untuk menyelenggarakan pertemuan berbasis komunitas. Dalam pertemuan ini, para korban, pelaku kejahatan, dan masyarakat luas bisa berpartisipasi secara langsung dalam mencari penyelesaian agar pelaku pelanggaran bisa diterima kembali oleh masyarakat. Regulasi ini mengatur langkah-langkah dasar yang harus dilakukan selama proses PRK tetapi tidak merinci prosedur PRK, sehingga proses PRK bisa fleksibel dalam memanfaatkan unsur-unsur tradisi.

PRK merupakan proses sukarela. Pertemuan diselenggarakan di komunitas-komunitas yang terkena dampak oleh sebuah panel yang terdiri dari para pemuka masyarakat setempat, dan diketuai oleh Komisaris Regional yang bertanggung jawab atas distrik dimana pertemuan tersebut diselenggarakan. Dalam pertemuan, pelaku diminta untuk mengakui keterlibatannya dalam konflik secara utuh. Korban dan anggota komunitas yang lain kemudian diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan komentar atas pernyataan pelaku. Pertemuan kerap menjadi pengalaman yang sangat emosional bagi para peserta dan dapat berlangsung sehari penuh, bahkan sampai larut malam. Setelah semua pihak yang terkait selesai berbicara, panel membantu membuat kesepakatan dimana pelaku menerima sanksi tertentu. Sanksi ini bisa berupa kerja untuk komunitas atau pembayaran reparasi kepada korban. Setelah melakukan ini, pelaku baru bisa diterima kembali ke dalam komunitasnya. Unsur-unsur lisan * juga digunakan dalam PRK, yang wujudnya berbeda-beda tergantung pada budaya setempat.

Sebelum suatu pertemuan dapat diselenggarakan, Kantor Kejaksaan Agung 20 diminta meninjau kasus-kasus yang diajukan dan memberikan persetujuan agar kasus tersebut dapat ditangani melalui PRK atau harus melalui pengadilan. Setelah pertemuan kesepakatan rekonsiliasi yang dibuat dapat disahkan menjadi Keputusan Pengadilan, setelah melalui proses pertimbangan hukum. Jika Pengadilan setuju, dan pelaku melaksanakan kewajibannya seperti yang telah disepakati, maka kepada pelaku bisa diberikan imunitas dari tuntutan hukum pidana atau perdata untuk kasus yang dimaksudkan.

Hasil program PRK menunjukkan bahwa PRK telah memberi kontribusi yang nyata kepada rekonsiliasi komunitas di Timor-Leste, dan reintegrasi para pelaku kejahatan di masa lalu ke dalam komunitasnya masing-masing. Sebanyak 1,371 pelaku berhasil ditangani dalam proses PRK, lebih banyak dari target awal yang hanya 1.000 orang. Banyak orang yang meminta agar proses PRK ini dilanjutkan. Para pelaku, korban, dan peserta lainnya menyatakan kepada Komisi bahwa proses PRK telah sangat membantu dalam menciptakan perdamaian dan menyelesaikan perselisihan masa lalu di komunitas mereka. Mungkin indikator keberhasilan PRK yang paling nyata adalah terciptanya perdamaian dan stabilitas di Timor-Leste di masa awal yang sulit, meski ada yang meramalkan bahwa akan terjadi serangan balas dendam terhadap para pelaku kejahatan karena peran mereka dalam kekerasan tahun 1999.

Secara ringkas, hasil yang diperoleh selama periode pelaksanaan program PRK:

  • CAVR menerima 1.541 pernyataan dari deponen yang menyatakan keinginan mereka untuk mengikuti PRK, dan semua pernyataan diteruskan ke Kejaksaan Agung.

  • Sebanyak 1.371 kasus berhasil diselesaikan melalui proses pertemuan PRK.

  • Kejaksaan Agung tidak mengizinkan penyelesaian 85 kasus diselesaikan melalui proses PRK. Kasus-kasus ini ditangani oleh Kejaksaan Agung.

  • Tiga puluh dua kasus ditangguhkan karena masuknya informasi yang dapat dipercaya yang menengarai bahwa deponen mungkin terlibat "tindak kejahatan berat", atau karena masyarakat menolak menerima deponen.

  • Angka-angka di atas menunjukkan bahwa hampir 90% kasus yang ditangani berhasil diselesaikan. Sepuluh persen kasus yang tidak selesai adalah kasus-kasus yang deponennya tidak menghadiri pertemuan yang sudah dijadwalkan, atau karena pertemuan ditangguhkan, atau karena Kejaksaan Agung tidak mengizinkan kasus-kasus tersebut diproses melalui PRK.

* Ketika PRK sedang dirancang, dilakukan konsultasi dengan masyarakat yang pada kesempatan ini anggota-anggota masyarakat menyampaikan perasaan bahwa mereka tidak bisa berekonsiliasi dengan orang-orang yang bertanggung jawab atas kejahatan berat, seperti pembunuhan, perkosaan, dan penyiksaan, sebelum dilakukan penuntutan dan pengadilan terhadap mereka

Untuk lebih detail, klik >> Chega! Ringkasan Eksekutif

free hit counter account login
Pengunjung

Copyright © Commission for Reception, Truth and Reconciliation in East Timor (CAVR)